1. PENGERTIAN
- Pengendalian Hayati (Biological Control) ialah pengendalian organisme pengganggu tumbuhan (OPT) oleh musuh alami atau agensia pengendali hayati. Tetapi bias juga disebut mengendalikan hama dan penyakit tumbuhan dengan cara biologi, yaitu memanfaatkan musuh-musuh alami. Dalam hal ini yang dimanfaatkan yaitu Musuh Alami, sedangkan yang memakai atau memanfaatkan adalahmanusia. Makara terang ada campur tangan insan dalam setiap pengendalian hayati.
- Pengendalian Hayati Terapan ialah pengendalian organisme pengganggu tumbuhan (OPT) dengan memakai agensia hayati. Dalam hal ini diharapkan adanya campur tangan insan dalam penyediaan dan pelepasan musuh alami.
- Agensia Pengendali Hayati (Biological Control Agens) adalahsetiap organisme yang meliputi spesies, subspesies, varietas, semua jenis serangga, protozoa, cendawan, bakteri, virus serta organisme lainnya yang dalam tahap perkembangannya sanggup dipergunakan untuk keperluan pengendalian hama dan penyakit atau organisme pengganggu dalam proses produksi, pengelolaan hasil pertanian dan banyak sekali keperluannya. Dalam memanipulasi/ rekayasa teknologi musuh alami (Predator, Parasitoit, Cendawan, Virus, Bakteri, dll) menjadi agens hayati. Untuk pengendalian OPT perlu adanya campur tangan manusia
Di Indonesia pengendalian dengan Agensia Hayati sudah dilakukan semenjak tahun 1925, yaitu pengendalian Plutela xylostella L pada tumbuhan kobis dengan memanfatkan parasitoid Diadegma semiclausum Hellen.
2. SEJARAH PENGENDALIAN HAYATI
Pengendalian Hayati tercatat mulai dilakukan pada atahun 1200 (Simon et.al, 1976). Sedangkan di Indonesia dilakukan semenjak Pemerintahan Belanda pada dekade kedua hingga kelima periode XX. Dua orang indonesia yang sering disebut dalam upaya pengendalian hayati ialah Awibowo dan Tjoa Tjien Mo, alasannya keduanya mempunyai perhatian yang sangat besar dalam pemanfaatan musuh alami atau agens pengendalian hayati (Kalshoven, 1950).
Pengendalian hayati mengalami kendala jawaban inovasi pestisida kimia, yang dimulai dari inovasi DDT sebagai hasil samping pengolahan minyak bumi. Bahkan pengendalian hayati hampir dilupakan ketika produksi pestisida kimia sudah mencapai ribuan brand dagang di seluruh dunia, hingga terjadinya sindroma pestisida dan malapetaka jawaban penggunaan pestisida kimia yang tidak bijaksana di banyak sekali negeri.
Pengendalian hayati mulai menerima perhatian lagi sesudah Stern et,.al. (1959) memakai konsep pertama perihal Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Lebih-lebih sesudah Carson (1963) mengemukakan banyak sekali dampak negatif jawaban penggunaan pestisida kima dalam bukunya yang amat populer berjudul ’’Silent Spring’’. Bosch (1980) makin meningkatkan perhatian khalayak dunia akan pentingnya pengendalian hayati sesudah mengungkap banyak sekali kejahatan pestisida dalam bukunya yang berjudul ’’The Pesticide Conspiracy’’. Dialah yang pertama kali memakai istilah durjana pestisida untuk menyebut oknum yang memproduksi, memperdagangkan atau memakai pestisida kimia tanpa memperdulikan kelestarian ekosistem.
Di Indonesia Pengendalian Hayati juga diperhatikan kembali sesudah PHT memasuki bidang pendidikan. Peningkatan penggunaan parasitoid telur ulat Chelonus sp. Untuk mengendalikan penggerek seludang kelapa semenjak tahun 1968 di NTT (Untung dan Rosyid, 1969; Mangoendihardjo, 1970) merupakan awal penerapan kembali upaya peneraapan pengendalian hayati. Kegiatan itu mendorong didirikannya Laboratorium Pengendalaian Hayati di Fakultas Pertanian UGM pada tahun 1972. Kemudian di BIOTROP Bogor semenjak tahun 1975; Pengendalian hayati juga dijadikan salah satu materi dalam kursus dan latihan perihal gulma untuk tempat Asia Tenggara. Kegiatan itu bahkan ditindaklanjuti dengan introduksi kumbang moncong Neochetina eichhorniai Warner untuk mengendalikan enceng gondok (Mangoendihardjo dan Kasno, 1976).
Inpres 3 Th. 1986 (Anonim, 1986) kecuali mengambarkan kebenaran konsep PHT, juga meyakinkan banyak sekali pihak bahwa konservasi musuh alami, sebagai salah satu teknik Pengendalian Hayati dalam pengendalian wereng coklat sangat penting. Intruksi presiden tersebut bahkan berdampak positip terhadap aspek sosial ekonomi, antara lain berkurangnya jumlah pestisida kimia yang dipakai secara drastis dari 17.000 ton Tahun 1986 menjadi 3.000 ton Tahun 1989. Pengurangan jumlah pestisida kimia yang dipakai disusul dengan pembatalan subsidi pestisida, telah menghemat anggaran belanja negara 200 milyar per tahun ( Oka, 1990 ).
Dengan diberlakukannya UU No. 4 Tahun 1982 (Anonim, 1982) dan UU No. 12 Tahun 1992 (Anonim, 1992), pelestarian lingkungan hidup yang harmonis dan penerapan sistem PHT pada setiap upaya penanggulangan jasad pengganggu, merupakan kewajiban bagi kita. Pasal 22 ayat 1 No. 12 tahun 1992 menegaskan bahwa penggunaan cara dan atau sarana yang sanggup mengganggu kesehatan, merusak lingkungan dan sumber daya alam dilarang. Hal ini berarti pestisida kimia tidak boleh dipakai sembarangan dan cara hayati dalam penerapan sistem PHT wajib diutamakan Kini pemerintah mulai mengurangi pemasaran pestisida kimia di Indonesia dengan cara tidak memperpanjang ijin pemasaran pestisida kimia yang habis ijin pemasarannya. Hal itu akan terus dilakukan ssampai ijin pemasaran pestisida kimia yang tidak dekat lingkungan habis. Kebijakan semacam ini telah mendorong timbulnya gagasan produksi pestisida hayati di Indonesia. Kini bahkan telah ada rencana untuk memproduksi pestisida hayati dengan materi patogen strain lokal banyak sekali jenis hama, tanpa melupakan aktivitas pengendalian hayati yang lain (Mangoendihardjo et.al,; 1996).
3. PERANAN MUSUH ALAMI SEBAGAI SARANA PENGENDALI
Telah disebutkan di muka, bahwa pendekatan ekologi dengan mempertimbangkan keanekaragaman hayati merupakan dasar pedoman dan pelaksanaan pengendalian hayati. Dengan demikian musuh alami menjadi komponen penting ekosistem dalam setiap aktivitas pengendalian hayati. Keberadaan musuh alami dalam ekosistem sanggup dilihat dari peranannya dalam pengendalian alami (Natural Control) dan pengendalian hayati (Biological Control) serta Statusnya sebagai “Agensia Hayati”.- Pengendalian Alami
Dalam proses Pengendalian Alami (PA) musuh alami menekan populasi jasad pengganggu tanpa campur tangan manusia, dan semua terjadi berdasarkan aturan alam yang sempurna. Musuh Alami (MA) itu sendiri dalam proses tersebut merupakan faktor hayati yang berinteraksi dengan jasad pengganggu, yang juga dipengaruhi oleh faktor non hayati. Maksudnya, kecuali menekan populasi jasad pengganggu dalam kegiatannya MA tersebut juga dipengaruhi oleh faktor non hayati.
Dengan sifatnya yang tergantung pada inang atau mangsanya, maka sekaligus kehidupan musuh alami itu juga dipengaruhi oleh jasad pengganggu yang bersangkutan (Huffaker et.al; 1976), terutama benalu (oid) (Dout et.al; 1976) dan patogen (Weiser et.al; 1976). Jika faktor non hayati lebih berpengaruh pengaruhnya, mungkin baik MA maupun jasad pengganggunya sama-sama tertekan. Hal itu antara lain jawaban penyimpangan iklim contohnya hujan yang amat lebat, kekeringan atau penurunan dan kenaikan suhu yang terjadi secara tiba-tiba. Karena sifat ketergantungan MA terhadap inang atau mangsanya, maka keberadaan inang yang dibutuhkan bagi pertumbuhan dan perkembangbiakan MA ialah mutlak. Dengan kata lain, untuk, kesinambungan MA selalu dibutuhkan ketersediaan jasad pengganggu yang bersangkutan. Ini berarti, untuk kelestarian MA, maka populasi jasad pengganggu tidak boleh mencapai nol, atau tidak ada jasad pengganggu yang tersisa. Dengan lain perkataan kita tidak boleh memusnahkan sesuatu jasad pengganggu, biar keseimbangan hayati dan alami sanggup dilestarikan.
Komposisi musuh alami yang menekan populasi jasad pengganggu di suatu tempat biasanya merupakan Kompleks Musuh Alami yang membentuk Komunitas khsus. Jika Keevolusi yakni evolusi bersama antara jasad pengganggu dan musuh alami lainnya telah berjalan demikian lanjut, maka komunitas yang terdiri dari jasad pengganggu dan musuh alaminya berada dalam keseimbangan hayati, dan dengan lingkungan non hayati terjadi keseimbangan alami. Kondisi inilah yang seharusnya selalu dipertahankan, sesuai dengan prinsip keanekaragaman hayati dalam suatu ekosistem.
- Pengendalian Hayati
Agak berbeda dengan pengendalian alami, maka pengendalian hayati merupakan proses pementingan populasi jasad pengganggu dengan campurtangan manusia. Pengertian ini sesuai dengan definisi yang dikemukakan oleh Smith di muka yang tersirat dalam istilah memanfaatkan atau menggunakan. Dalam hal ini yang dimanfaatkan atau dipakai yakni MA sedangkan yang memakai atau memanfaatkan ialah manusia. Makara terang ada campurtangan insan dalam setiap upaya PH.
Dalam banyak sekali pustaka antara lain yang dikemukakan oleh Simmonds (1970) dan juga Bosch et al. (1982) yang menyitir difinisi yang dikemukakan oleh Debach (1964), bahwa PH adalah “Kegiatan parasit, pemangsa dan patogen dalam menekan kepadatan populasi suatu jenis organisme lain pada suatu tingkat rata-rata yang lebih rendah dibanding dalam kondisi yang terjadi ketika mereka tidak ada (absen)”. Berdasarkan definisi itu timbulah istilah yang menyamakan pengendalian alami sebagai “Pengendalian hayati yang terjadi secara alami (Naturally Biological Control (NBC)”. Istilah NBC masih perlu ditelaah alasannya sepintas kemudian memang logis, tetapi bila diperhatikan lebih dalam bekerjsama tersirat makna yang kurang logis, sehingga rancu.
Penulis tidak sependapat dengan istilah terakhir untuk memberi makna pada pengendalian alami dengan NBC, alasannya hal itu akan merancukan pengertian. Kerancuan itu terjadi alasannya istilah NBC tidak dipilahkan antara proses yang terjadi di alam tanpa campur tangan insan dan proses yang terjadi dengan campur tangan manusia. Kita harus konsisten dengan kata pemanfaatan atau penggunaan (the use) yang maknanya ada sesuatu atau seseorang yang menggunakan. Dalam hal ini yang memakai musuh alami ialah manusia. Dengan demikian kita sanggup membedakan secara tegas antara pengendalian alami dan hayati berdasarkan pemahaman ada tidaknya campur tangan insan sebagai pihak yang memakai musuh alami sebagai agens pengendalian hayati.
Penulis menduga bahwa istilah NBC muncul, alasannya mungkin dulu ada penulis yang belum memasukan komponen insan dalam ekosistem. Kini hampir dalam tiap pemaparan ekosistem, komponen manusian telah dimasukan dalam ekosistem. Oleh alasannya itu istilah Pengendalian Hama Terpadu (PHT) disempurnakan menjadi Pengelolaan Hama Terpadu (juga disingkat PHT), alasannya keberadaan komponen insan sebagai pengelola ekosistem dinilai penting.
Musuh alami kurang berfungsi- Kualitas inang Enkapsulasi Hiperparasitisme
- Penggunaan pestisida
- Lingkungan kurang mendukung
- Populasi musuh alami rendah
- Relatif murah & sangat menguntungkan
- Aman terhadap lingkungan, insan dan binatang berguna
- Berdaya guna (efektif) dalam pengendalian hama sasaran
- Efisiensi dalam jangka panjang (tidak memerlukan ulangan pengendalian)
- Kompatibel/dapat digabungkan dengan cara-cara pengendalian lainnya
- Perlu waktu lama, kira-kira 3-5 th
- Tingkat keberhasilan (efektifitas) tergantung pada ketangguhan MA yang digunakan
- Tidak sanggup dipakai untuk mengendalikan hama gres alasannya inangnya spesifik
- Kadang-kadang timbul kekebalan hama target tetapi sangat jarang
- Perlu waktu tertentu dalam aplikasinya (utamanya jenis jamur,bacteri & virus)
- Modal Investasi, Fasilitas dan SDM, Kebiasaan Petani
- Inang tersedia
- Musuh alami ada
- Agensia Pengendali Hayati
Sebagai konsekuensi penggunaan istilah dengan pengertian baku yang jelas, antara pengertian Musuh Alami dan Agensia Pengendali Hayati (APH) yang dialih bahasakan dari Biological Control Agents (BCA) perlu dibedakan. Di lembaga nasional, khususnya Pusat Karantina Tumbuhan (PUSKARA) sekarang memakai istilah “Agensia Hayati” sebagai alih bahasa dari Biotic agents, termasuk di dalamnya BCA sehingga dalam aktivitas rapat dinas yang diadakan setahun sekali ada Komisi Agensia Hayati, alasannya dalam tugasnya juga mengurusi jasad hidup lain yang tidak termasuk MA.
Adapun makna Agensia Pengendali Hayati ialah Musuh Alami yang sudah atau sedang dipakai sebagai sarana (agens) untuk Pengendalian Hayati.
Berdasarkan cara kerja atau sifatnya musuh alami sanggup dikelompokan menjadi 3 kelompok yaitu Predator, Parasitoid dan Patogen. Patogen antara lain berasal dari kelompok Virus, Bakteri, Cendawan dan Nematoda.
- Predator
Predator ialah adalah binatang / binatang yang memangsa hama. Pada umumnya serangga predator pra cendekia balig cukup akal dan cendekia balig cukup akal hidup dalam habitat yang sama. Telur-telur predator akan diletakan didekat mangsanya atau didalam habitat mangsanya.
- Burung Hantu, Anjing, ular; dan sebagainya Sebagai predator / pemangsa hama tikus.
- Parasitoid
Parasitoid ialah serangga yang memarasit atau hidup dan berkembang dengan menumpang serangga lain (inang)
- Trichograma sp, berperan sebagai parasitoid telur penggerek batang padi.
- Diadigma semiclausum, Memparasit larva /ulat kobis.
- Patogen
Patogen ialah jasad renik (mikroorganisme : Cendawan bakteri, virus, Nematoda ) yang mengakibatkan jerawat dan menjadikan penyakit pada Organisme Pengganggu Tanaman (OPT)
- Apabila individu yang terjangkit ialah serangga hama disebut entomopatogen
- Beauveria bassiana, ialah cendawan entomopatogen untuk wereng batang coklat, Walang sangit, Ulat Grayak, kutu kebul, Aphis ,dsb.
- Metarizium sp adalah cendawan entomopatogen untuk mengendalikan hama wereng batang coklat, kutu kebul Uret, Kumbang Kelapa, Kutu Bubuk Kopi dsb.
- Apabila yang terjangkit / mengintervensi aktifitas patogen penyebab penyakit tumbuhan baik fase parasitik maupun saprofitik disebut agens antagonis
- Trichoderma sp dan Gliocladium sp adalah cendawan antagonis untuk penyakit tular tanah (Fusarium oxisporum, Pythium sp, Sclerotium sp, Antraknosa sp.).
- Pseudomomas flourocens adalah Bakteri antagonis untuk penyakit layu ( Pseudomonas solanacearum)
Agak berbeda dengan Pengendalian Alami, maka Pengendalian Hayati merupakan proses pementingan populasi jasad pengganggu dengan campur tangan manusia. Dalam hal ini yang dimanfaatkan yakni musuh alamii sedangkan yang memanfaatkan ialah insan jadi terang ada campur tangan manusia.
- Pengendalian hayati dalam arti sempit (entomologist) diartikan sebagai “Kegiatan parasit, Pemangsa (Predator) dan Patogen dalam menekan kepadatan populasi organisme lain supaya senantiasa berada pada suatu tingkat yang lebih rendah .
- Pengendalian Hayati dalam arti luas : meliputi manipulasi genetic, antibiotik dan obat-obatan,: tumbuhan yang resisten, binatang/hewan yang resisten terhadap patogen, benalu dan predator.
- Pengendalian hayati penyakit tumbuhan yaitu aktivitas yang sanggup mengurangi kepadatan inokulum atau menekan aktifitas patogen/parasit dalam menjadikan penyakit, baik dalam kondisi dorman atau aktif yang dilakukan oleh salah satu atau lebih organisme, dan terealisasi secara alami atau melalui manipulasi lingkungan, inang (tumbuhan), agens antagonis atau melalui introduksi masal dari satu atau lebih agens antagonis.
Keberhasilan pengendlaian hayati antara lain dipengaruhi oleh ketepatan dan pemilihan species yang dipakai untuk mengendalikan Hama Penyakit sehingga perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
- mempunyai inang spesifik.
- Beradaptasi dengan baik didaerah dimana di introduksi
- Memiliki daya pengusiran dan pertumbuhan populasi yang baik
- Tidak ada predator lain
Dikenal 3 taktik yang dikemukakan Cook (1991) untuk pengendalian hayati, yaitu :
- Populasi hama dibentuk sebatas atau di bawah ambang ekonomi.
- Sistim pertahanan yang eksklusif, (daun/akar berasosiasi dengan mikro Organisme yang sanggup menjadi benteng pertahanan dari jerawat hama)
- Sistim pertahanan sendiri (diperoleh secara keturunan atau lewat Varietas Unggul Tahan Hama)
Syarat dasar pengembangan agensia hayati :
- Pengetahuan khusus mengenai biologi musuh alami menyerupai predator dan parasitoid sangat mutlak diuperlukan sebagai dasar dalam mempertinggi efisiensi musuh alami baik ketika dipelihara secara massal di laboratorium atau peranannya di lapangan.
Paling tidak, ada 5 (lima) laba agensia hayati :
- Efisiensi tinggi, alat dan materi murah dan pembuatannya mudah.
- Selektifitas yang tinggi.
- Dapat berkembang biak sehingga ekosistem menjadi baik.
- Kemungkinan terjadinya resisten dan resurgensi OPT (Organisme Penganggu Tanaman) menjadi sangat kecil.
- Mengurangi dampak samping yang buruk.
- Langkah Langkah Pengembangan Agensia Hayati
- Mencari, mengisolasi dan mengidentifikasi agensia hayati yang merupakan tanggungjawab para pakar.
- Uji Keefektifan, pakar bersama petani
- Uji Keamanan (aman bagi pengguna, lingkungan termasuk organisme non sasaran), pakar bersama petani atau cukup uji laboratorium.
- Uji kestabilan genetik dari agensia hayati (tidak menurun virulensinya).
- Uji potensi produksi masal.
- Formulasi agensia hayati yang efisien tetapi tetap efektif.
- Uji kestabilan dalam bentuk formulasi dan masa simpannya.
- Potensi pasar.
- Evaluasi biaya produksi
- Analisa perolehan dari investasi (Return of investment)
- Pengujian lapang
- Membuat hak paten agens pengendali hayati
- Komersialisasi dan pemasyarakatan produk “Biopestisida”
- Pendekatan Pengendalian Hayati
- Introduksi
- Introduksi adalah memindahkan atau mendatangkan musuh alami dari satu daerah kedaerah gres . Contoh untuk mengendalikan hama bukan hama orisinil di suatu daerah tersebut sehingga musuh alami tidak ada.sebagai pola Curinus coerulens ialah musuh alami kutu loncat pada lamtoro.
- Koservasi
- Konservasi adalah upaya untuk memelihara dan meningkatkan keefektifan musuh alami yang telah ada di daerah tersebut. Contoh perbaikan bercocok tanam, penyediaan (polen, nektar, air) dan menghindarkan penggunaan pestisida berspektrum luas.
- Augmentasi
- Augmentasi adalah penambahan jumlah musuh alami melalui pelepasan musuh alami dilapang dengan tujuan untuk lebih meningkatkan peranannya dlam menekan populasi OPT. Ada beberapa pendekatan dalam augmentasi yaitu :
- Inokulasi : ialah penambahan musuh alami dalam jumlah sedikit alasannya populasi hama dilapang masih rendah. Diharapkan nantinya musuh alami tersebut sanggup berkembang untuk menekan OPT.
- Inundasi adalah penambahan musuh alami dalam jumlah banyak, dengan tujuan sanggup menurunka OPT. Didalam pelaksanaanya perlu dilakukan beberapa kali pelepasan musuh alami.
- Eksplorasi adalah mengumpulkan calon agens hayati yg sanggup diambil dari rhizosphere, phyllospere dan belahan tumbuhan yg tidak mengatakan tanda-tanda penyakit (sample tanah atau materi tanaman).
- Isolasi adalah pemisahan mikroorganisme yang diinginkan dari habitatnya.
- Formulasi adalah dalam aplikasinya agens hayati harus dicampur dengan materi lain tetapi tidak mengganggu cara kerja dan efektifitasnya (cairan, tepung, dll)
Di Indonesia pengendalian hayati terhadap OPT tumbuhan telah dilakukan semenjak tahun 1925. Salah satu keberhasilan penggunaan musuh alami di Indonesia ialah pengendalian hama Plutella xylostellaL. pada tumbuhan kubis dengan parasitoid Diadegma semiclausum Hellen.
Di beberapa negara maju, produk musuh alami sudah diperjualbelikan. Sebagai pola Koppert BV salah satu perusahaan di Belanda yang memproduksi predator, parasitoid dan produk lainnya telah memproduksi lebih dari 30 macam musuh alami. Jutaan musuh alami telah dikirim ke 40 negara di seluruh dunia. Pada tahun 2002 nilai pasar untuk produk musuh alami di dunia lebih besar dari Rp. 700 milyar
Pengendalian alami dan pengendalian hayati
- Pengendalian alami, ialah pengendalian hama oleh faktor-faktor fisik (abiotik) dan organisme hidup (biotik).
- Pengendalian hayati, yaitu pengendalian hama oleh musuh–musuh alami.
Musuh alami hama : parasitoid, pemangsa (predator) dan patogen serangga.
Pengendalian hayati
- Pengendalian hayati klasik
- Pengendalian hayati alami
Musuh–musuh alami sudah ada di daerah tersebut
Keuntungan:
- Relatif murah dan sangat menguntungkan
- Aman terhadap lingkungan, insan dan binatang berguna
- Berdaya guna (efektif) dalam pengendalian hama sasaran
- Efisiensi dalam jangka panjang (tidak memerlukan ulangan pengendalian).
- Kompatibel atau sanggup digabungkan dengan cara – cara pengendalian lainnya.
Strategi pengendalian hayati
- Introduksi, yaitu musuh alami dimasukkan (diimport) dari luar negeri atau luar daerah.
- Augmentasi, yaitu meningkatkan jumlah (populasi) musuh alami yang sudah ada di lapang dengan cara melepaskan musuh alami yang berasal dari pemeliharaan di laboratorium.
- Inokulasi (suntikan), yaitu pelepasan musuh alami pada awal demam isu tanam, untuk mencegah peningkatan populasi hama.
- Inundasi, yaitu musuh alami dipakai (dilepaskan) pada ketika kritis, menyerupai halnya dengan penggunaan pestisida.
- Pelestarian (konservasi), yaitu semua upaya yang bertujuan untuk melestarikan (memelihara) musuh alami yang sudah ada di lapang
0 comments:
Post a Comment